Catatan kecil dari calon pengantin yang lagi nyusun serangkaian checklist—judulnya panjang karena emosi juga panjang. Gue sempet mikir persiapan nikah itu bakal simpel: pesan gedung, cari gaun, undang keluarga. Jujur aja, ternyata ribetnya bukan cuma uang, tapi juga keputusan kecil yang bikin deg-degan. Artikel ini gue tulis buat lo yang lagi pusing tapi pengen tetap enjoy prosesnya—dengan rekomendasi vendor, ide dekorasi, dan sedikit cerita soal gaun yang hampir bikin gue nangis saking bahagia dan bingungnya.
Persiapan Utama: Checklist yang Bikin Tenang (Informasi solid, bukan asal)
Mula-mula, bikin timeline. Tentukan tanggal dulu baru urus yang lain. Kalau gue, bikin timeline 12 bulan sebelum hari H dan bagi ke pasangan biar nggak tumpang tindih ekspektasi. Prioritas: venue, katering, fotografer, dan MC. Setelah itu urus dokumen sipil/kUA, undangan, serta outfit utama. Jangan lupakan budget buffer sekitar 10-15%—gue sempet underestimate biaya dekorasi karena suka opsi ekstra yang tiba-tiba muncul.
Tips praktis: pakai spreadsheet atau aplikasi wedding planner, dan tandai vendor yang sudah DP. Buat moodboard di Pinterest atau Instagram supaya tim vendor ngerti vibe yang lo mau. Untuk vendor hunting, ada banyak platform marketplace yang memudahkan perbandingan harga dan review—misalnya cek onweddingsquad buat referensi dan testimoni nyata.
Vendor? Pilih yang Bikin Lo Nyaman, Bukan Cuma Mahal (Opini pribadi)
Rekomendasi vendor itu relatif, tapi gue lebih percaya dua kriteria: portofolio konsisten dan komunikasi yang cepat. Untuk fotografi, cari yang gaya editnya lo suka—ada fotografer yang jago candid, ada yang drama editorial. Untuk katering, minta testing menu; gue sempet kadang lupa nikah juga buat makanan enak, tapi tamu nggak akan lupa kalau makanannya kurang oke.
Beberapa jenis vendor yang penting banget: venue (jangan malu survei saat event lain berlangsung), wedding organizer (kalau mau santai), MC/WO, fotografer & videografer, makeup artist, florist, lighting, dan band/DJ. Saat memilih WO, tanya juga vendor yang biasa mereka pakai; koneksi yang bagus sering mengurangi stres. Jujur aja, vendor yang murah bukan selalu buruk, tapi vendor yang murah dan nggak jelas pasti bikin pusing.
Decorator dan Gaun: Drama, Drama, dan Sedikit Tisu (Sedikit lucu, banyak nyata)
Soal dekorasi, gue sukanya tema yang timeless—misal garden chic dengan warna netral dan daun-daunan. Tapi sempat juga kepincut dekor boho yang estetiknya beda banget. Waktu itu gue hampir pilih boho sampai mikir panjang soal bunga kering yang ternyata gampang rontok kalau venue outdoor kena angin. Akhirnya kita mix antara bunga segar dan elemen kayu, dan hasilnya lebih hangat dari ekspektasi.
Gaun itu cerita tersendiri. Gue pernah nyoba gaun yang terlalu berat; setelah 30 menit berdiri gue pengen lepas dan lari pulang. Jadi saran: coba jalan, duduk, dan peluk pasangan saat fitting—biar tau kenyamanan beneran. Untuk pilihan, ada gaun ruffle yang romantis, sleek satin minimalis yang modern, atau dress dengan lengan off-shoulder kalau mau statement. Kalau mau custom, cari penjahit yang komunikatif dan selalu minta sample kain dulu.
Sentuhan Akhir yang Bikin Beda (Cerita, inspirasi, dan pepatah ringkas)
Detail kecil sering jadi yang paling diingat: photobooth dengan props personal, playlist lagu yang nyambung cerita kalian, kartu tempat duduk yang unik, atau meja tamu yang ada notes kecil terima kasih dari kalian berdua. Kita sempat nulis pesan tangan buat tiap meja—sederhana tapi tamu suka karena terasa personal.
Last minute tip: siapkan emergency kit (jarum, plester, obat sakit kepala, deodorant), dan cari seseorang yang bisa dipercaya untuk jadi penanggung jawab hari H (bukan orang tua yang mungkin juga stres). Nikmati prosesnya—meski kadang stress, hati-hati jangan lupa ambil napas dan makan. Pernikahan bukan perlombaan sempurna; ini tentang dua orang yang memutuskan buat lanjut bareng. Semoga catatan singkat ini bisa bantu lo yang lagi nyusun rencana—nice, tenang, dan tetap seru.